Senin, 27 Februari 2012

Wayang Kampung Sebelah

Wayang Kampung sebelah adalah sebuah karya seni pertunjukan yang di kembangkan oleh Dalang Ki Jlitheng Suparman. Sejak tahun 2000,Ki Jlitheng mengusung apa yang disebutnya Wayang Kampung Sebelah (WKS) untuk menyampaikan berbagai kritikan sosial. Wayang yang terbuat dari kulit bergambar manusia ini berbeda dengan wayang purwa yang tokoh-tokohnya berasal dari kisah
Ramayana dan Mahabarata,tokoh-tokoh di dalam Wayang Kampung Sebelah ( WKS) ini seperti halnya masyarakat kampung yang plural,terdiri dari penarik becak,bakul jamu,preman,pelacur,pak RT,pak lurah,hingga pejabat negara. Nama-nama Karakter di WKS di antaranya Kampret,Karyo,Lurah Somad,Eyang Sidik Wacono,Hansip Sodron,Silvy dan tokoh penghibur lain seperti Roma Ra Mari-Mari,Inul Darah Tinggi,Cak Dul dan lainya.

Fungsi dan Kegunaan Wayang Kampung sebelah dalah sebagai media hiburan dan di gunakan sebagai media perlawanan terhadap perilaku seni yang menghamba pada kepentingan politik praktis. Beberapa lakon yang sering dipentaskan adalah Menjual Mimpi dan Atas Mengganas,Bawah Beringas atau Who Wants to be a Lurah. Menurut Ki Jliteng (Sang Dhalang) “WKS selalu menyerukan anti kekerasan,seperti halnya lakon Atas Mengganas,Bawah Beringas,yang mengisahkan bahwa kekerasan bukanlah sebuah solusi”. Memandang adanya kasus kekerasan di masyarakat,tak serta-merta mutlak kesalahan pelaku. Perlu di perhatikan pula penyebab dari tindak kekerasan itu sendiri,seperti sikap pembiaran penyelenggara negara terhadap pelaku kekerasan.

Kekerasan dan arogansi yang menyebar di mana-mana,menurut Jlitheng,karena ada peluang,sedangkan yang memberi peluang adalah penyelenggara negara. “Negara,dalam hal ini penyelenggara tidak tegas,tidak lagi berlandas Pancasila,tidak hadir untuk melindungi warga dan kebebasan berpendapat,sedangkan obat mujarabnya ya mereka kembali ke Pancasila.”

Hal itu tergambarkan dalam salah satu adegan karakter di Wayang Kampung Sebelah,Karyo, mengeluh tentang kemiskinan yang ia alami karena negara sudah tidak benar,salah dan kacau. Kemudian keponakannya yang bernama Kampret,meluruskan pendapat itu. Menurut Kampret,Indonesia tidak pernah salah,yang salah adalah pemegang Indonesia. Dari presiden hingga lurah,sebagai penyelenggara negara. “Yang salah orang yang tidak mampu mengawal Pancasila. Kalau pemerintah memperhatikan Pancasila,wong melarat di perhatikan. Tapi karena tidak memperhatikan Pancasila,ya kita tidak diperhatikan.”

Penyadaran tentang kesalahan rekonstruksi Pancasila yang saat ini berlangsung juga di selipkan dalam pertunjukan Wayang Kampung Sebelah. Menurut Jlitheng,negara karut-marut karena sejak Orde Baru hingga reformasi,rekonstruksi Pancasila yang di bangun sudah keliru. “Dasar negara itu bukan kaidah moral individual tapi negara,kaidah negara bagi kebijakan etik dalam memproduksi undang-undang,” katanya. Negara,dalam hal ini pemerintah,harus menjalankan nilai-nilai Pancasila,bukanya rakyat yang menjalankanya. “Maka keliru,mengapa dulu ada P4,kini yang ada empat pilar bangsa tapi yang di sosialisasi ke masyarakat,mestinya pejabat.”

Yang menarik dari pertunjukan wayang kampung sebelah adalah kepandaian Dhalang Ki Jliteng Suparman mengolah kata dalam tiap lakon yang di mainkan hingga mampu menciptakan sebuah atmosfir baru di lingkungan pertunjukan. Tiap tokoh mampu berinteraksi dengan penonton adalah kelebihan tersendiri bagi WKS sehingga membuat pertunjukan tidak terlihat berkesan monoton.
Ketika tokoh-tokoh penghibur di tampilkan,penonton pasti di buat terkagum-kagum,adanya kolaborasi perkusi dengan salah satu sebuah sanggar seni solo,mampu memikat masyarakat dengsn setuhan gaya seni modern dan plesetan-plesetan dalam tiap lagu mengundang tawa.
Hebatnya lagi,misalnya penampilan Cak Dul saat menyanyikan lagu magadir dengan goyang pinggulnya yang bikin siapaun pasti berdecak kagum waktu melihat bentuk wayang. Keunikan bentuk tokoh merupakan nilai plus untuk wayang kampung sebelah.

Perkembangan Wayang Kampung Sebelah,dengan program pentas yang digelar sejak tahun 2009,WKS menghibur dan memberi pendidikan politik dan budaya ke pelosok kampung di Solo dan kabupaten di sekitarnya. Meski belum banyak di kenal masyarakat luas,namun dengan adanya program serangan pentas lambat-laun WKS memiliki tempat di hati sebagian rakyat,terutama bagi pecinta seni. Terbukti ketika WKS tampil di salah satu stasiun televisi,banyak penonton yang menyaksikan dan melontarkan pendapatnya masing-masing.

Wayang Kampung Sebelah,memiliki karakter unik untuk menyampaikan sebuah gagasan baru dengan caranya sendiri,dan bisa di katakan sebagai sebuah evolusi dalam sejarah perkembangan seni pertunjukan.
Sebagi manusia biasa yang baru belajar menulis,saya (Bocah Mbelis) hanya bisa berdoa : “Semoga karya-karya besar seperti ini tetap mampu bertahan dan berkembang di antara tekanan gejolak politik dan perubahan jaman.”

Sumber Lain : SOLOPOS

0 komentar:

Posting Komentar

 
© Copyright 2012 Oca Sulistya
Theme by Oca Sulistya