Selasa, 28 Februari 2012

Wayang Suket

Wayang suket merupakan bentuk tiruan dari berbagai figur wayang kulit yang terbuat dari rumput (bahasa Jawa: suket). Wayang suket biasanya dibuat sebagai alat permainan atau penyampaian cerita perwayangan pada anak-anak di desa-desa Jawa.

Untuk membuatnya, beberapa helai daun rerumputan dijalin lalu dirangkai (dengan melipat) membentuk figur serupa wayang kulit. Karena bahannya, wayang suket biasanya tidak bertahan lama.
Seniman asal Tegal, Slamet Gundono, dikenal sebagai tokoh yang berusaha mengangkat wayang suket pada tingkat pertunjukan panggung.



Wayang suket menjadi saksi sejarah seni rakyat di negeri ini. Penampilannya yang mengusung budaya agraris, tegar iringi jaman yang kian beringsut dari akar tradisinya.
Ceria suara anak-anak kecil menyeruak nusantara. Senada dengan itu, suara pesinden yang melantunkan gending campursari dengan iringan gamelan. Semua mengalun seirama, dan mata para penonton pun menatap tajam ke arah panggung.

Untuk sebuah tampilan pertunjukan wayang suket, yang kini beranjak dari seni rupa beralih ke seni pertunjukan, terdiri atas 10 pengrawit, satu sinden, gamelan slendro lengkap dengan lakon Wahyu Senopati. Semua mengawal makna di balik artistik kesenian wayang bergaya Jawa Timuran itu.
Menurut asalnya wayang suket berasal dari Jawa Tengah dan Jawa Timur. Di Jawa Timur sendiri wayang suket tumbuh dan berkembang di daerah mataraman, seperti Bojonegoro, Tulungagung, Kediri, dan Blitar.

Lakon Wahyu Senapati berkisah seputar peristiwa Gatutkaca yang diwisuda menjadi senopati di Ngamarto. Tapi Antarejo sebagai saudara tuanya tidak terima, karena merasa juga punya hak sebagai putra Ngamarto dan memiliki kesaktian yang sama. Ternyata, Sengkuni berada di baliknya karena menginginkan keluarga Pandawa terpecah.
Ketika menghasut itu, tubuh Antarejo disusupi Nini Permoni alias Dewi Durga, disamping dukungan pihak Kurawa. Gatutkaca pun berperang dengan Antareja, namun akhirnya dipisah oleh Kresno. Kresno akhirnya tahu, bahwa ini bukan kemauan Antarejo sendiri.

Menurutnya, yang sanggup mengatasi hal ini hanya Semar. Kemudian Semar dipanggil, dan Nini Permoni dipaksa keluar oleh Semar. Nini dinasehati, jangan menggangu momongan (asuhan) Semar. Tapi Nini berkilah, memang sudah tugasnya menggoda manusia. Salah sendiri kalau ada yang tidak kuat. Beruntung Pandawa memiliki Semar sebagai bentengnya. Akhir cerita Gatutkaca sudah dipilih oleh rakyat, jadi kalau Antarejo ingin berbakti pada negara, masih ada jalan lain, tidak harus menjadi Senopati.


Di atas panggung nampak seorang lelaki sedang mempersiapkan benda berupa wayang terbuat dari suket (rumput). Dia adalah M. Thalib Prasodjo, 77 tahun, salah seorang seniman pencipta wayang suket beserta kreasinya. Dirinya sedang melakukan sebuah pertunjukan wayang suket, yang biasa digelar di sanggarnya.
Kendati pertunjukan wayang suket selama ini sudah diklaim oleh Slamet Gundono, wayang karya Thalib sangat berbeda. Dia tidak sekadar memanfaatkan bahan-bahan rumput untuk sosok yang menyerupai wayang. Namun betul-betul membuat wayang dari bahan rerumputan. Dengan melihat sosoknya saja, para penggemar wayang pasti tahu nama tokoh yang dimaksudkannya.
Selain itu, pertunjukan wayangnya, juga bukan asal pertunjukan biasa. Thalib dengan sengaja meminta sang dalang untuk memainkan karya wayangnya secara klasik. Artinya, betul-betul diperlakukan sebagaimana wayang kulit biasanya, bukan wayang-wayangan. Lakonnya pun dipilih lakon serius. Inilah yang membedakan dengan lakon wayang milik Slamet Gundono.
Menurut pria yang akrab disapa Eyang Thalib itu, kebiasan dirinya menggelar pertunjukan wayang suket di sanggar dan beberapa tempat lainnya, memang ditujukan bagi anak-anak kecil dan remaja. “Wayang ini menggambarkan budaya agraris yang dibawa anak-anak desa masa lampau yang tidak pernah kehabisan akal, meski di tengah himpitan materi mereka terus berkreasi,” ujar pria asal Bojonegoro ini.


Berbahan Rumput
Wayang suket begitulah orang menyebut kesenian tradisional yang ada sejak masa lampau ini. Kata suket sengaja diberikan karena wayang ini terbuat dari rerumputan.

Jadi, beragam wayang di Jawa Timur memang kian berkembang seiring bergulirnya jaman. Ada wayang tengul yang terbuat dari kayu patung, ada wayang kulit, ada wayang kerteh yang menyerupai topeng manusia, ada wayang timplong, ada wayang potehi, ada wayang purwo, dan adapula wayang suket.
Kesemua pewayangan itu terbuat dari bahan dasar yang berbeda-beda. Sedangkan bahan utama dalam menghasilkan sebuah mahakarya wayang suket adalah berbahan rumput. Seperti rumput jerami, rumput jarum, atau juga rumput teki.

Biasanya para pengrajin wayang suket sengaja berburu bahan rumput hingga ke pelosok-pelosok pedesaan yang ada di Jawa Timur. Salah satunya Eyang Thalib. “Dalam membuat wayang daerah mataraman Jawa Timur ini saya selalu mencari rumput di daerah asal saya di Bojonegoro, Karena di sana masih banyak dijumpai pedesaan,” kata pemilik sanggar Akar Rumput Sidoarjo itu.

Mengenai alasan penggunaan bahan dasar rumput demi menghasilkan sebuah wayang suket. Eyang Thalib mengatakan, latar belakang di balik pertunjukan dan penciptaan wayang suket adalah upaya pelestarian budaya agraris atau pertanian.
Setelah bahan terkumpul, tinggal kreatifitas untuk menggambarkan tokoh pewayangan dalam proses penciptaan sebuah wayang suket. Ada yang berkarakter Butho Cakil, Ramayana, Gatutkaca, Semar, Mahabarata, Abimanyu, dan masih banyak tokoh-tokoh pewayangan lainnya.


Sunyi Anak Desa
Dalam pertunjukannya, wayang suket mengusung cerita wayang purwa. Cerita wayang jenis ini dibatasi banyak pakem. Misalnya, untuk cerita, mau tak mau harus berangkat dari epos Ramayana atau Mahabarata. Kadang, menampilkan lakon-lakon terpisah macam Wahyu Senopati.

Ramayana merupakan putra tunggal Prabu Dasarata, raja negara Ayodya. Ia adalah titisan Dewa Wisnu yang bertugas menciptakan kesejahteraan dunia. Rama menikah dengan Dewi Sinta, titisan Bathari Sri Widowati, putri Prabu Janaka raja negara Mantili.
Rama berkedudukan sebagai putra mahkota Ayodya. Tapi ia gagal naik tahta karena Prabu Dasarata terpaksa memenuhi tuntutan Dewi Kekayi yang menghendaki Barata sebagai raja Ayodya. Rama bahkan harus meningggalkan Ayodya, menjalani pengasingan selama 13 tahun.

Berbagai dharma satria telah dilaksanakan oleh Ramayana. Ia telah mengalahkan dan menyadarkan Ramaparasu yang salah menjalankan dharmanya. Rama juga membunuh Resi Subali, putra Resi Gotamadari dari pertapaan Grastina atau Daksinapata karena bersikap angkara murka. Terakhir, Rama berhasil, membunuh Prabu Dasamuka, raja negara Alengka, yang bukan saja menculik Dewi Sinta, tetapi juga telah berbuat angkara murka dan menimbulkan berbagai kesengsaraan umat Ancapada.
Setelah berakhirnya perang Alengka dan 13 tahun hidup dalam pengasingan, Rama kembali ke negara

Ayodya. Ia naik tahta negara Ayodya, menggantikan Prabu Barata yang mengundurkan diri.
Itulah lakon Ramayana, secuil gambaran tentang penampilan dari pertunjukan wayang suket. Selebihnya wayang suket dalam setiap pertunjukan identik melakonkan cerita dari anak-anak pedesaan.
Karena itu setiap awal pagelarannya suara gamelan diiringi nyanyian-nyanyian anak kecil khas pedesaan. Bahkan terkadang mulai awal hingga bubaran, wayang suket menggambarkan sebuah semangat anak desa, yang terus berkarya di tengah segala keterbatasan.
Namun, wayang suket terkadang tidak menutup diri untuk melakonkan cerita-cerita lainnya. Suket berdiri untuk apapun, yang penting tetap mengusung kelestarian budaya agraris budaya nusantara.
Naskah : m.ridlo’i |foto : wt atmojo



Sumber :

  • http://www.eastjavatraveler.com
  • http://id.wikipedia.org

0 komentar:

Posting Komentar

 
© Copyright 2012 Oca Sulistya
Theme by Oca Sulistya