Selasa, 28 Februari 2012

Ki Ledjar Subroto Pencipta Wayang Kancil

YOGYAKARTA – Akhir-akhir ini situasi batin Ki Ledjar Subroto begitu galau. Meski saat berkumpul dengan para seniman di Yogyakarta tingkah lakunya tetap menunjukkan kekonyolan lewat banyolan-banyolannya, intensitasnya sangat berkurang.


Raut wajah pencipta wayang Kancil ini tak jarang tampak serius. “Ini persoalan tanggung jawab moral, harga diri. Apa kata teman-teman seniman terhadap saya ketika mereka tahu dari pemberitaan jika Wayang Kancil itu diklaim bukan ciptaan saya? Padahal, jelas ciptaan saya,” ujar Ki Ledjar (70). Kegalauan Ki Ledjar ini muncul beberapa hari setelah dirinya dan Kartika Affandi mendapat Lifetime Achievement Award dari panitia Biennale Jogja X-2009.

Kala itu, cucunya, Ananto Wicaksono, membawa katalog wayang Indonesia yang berjudul The Development of Wayang Indonesia as a Humanistic Cultural Heritage. Cucunya yang tengah kuliah di Institut Seni Indonesia (ISI) Yogya itu menjelaskan, dalam katalog tersebut termuat Wayang Kancil. Hanya saja, pembuatnya bukanlah Ki Ledjar Subroto. “Lha ini bagaimana? Kalau begini ini kan saya bisa dibilang penipu? Padahal, Wayang Kancil itu benar-benar ciptaan saya,” ungkap Ki Ledjar dengan gusar.

Dia menjelaskan, pada katalog yang digunakan untuk keperluan pameran Wayang Indonesia tanggal 19-30 April 2004 itu, Wayang Kancil dikatakan sebagai wayang ciptaan Bo-Liem, seorang China, di tahun 1925. Wayang itu dibuat oleh Lie Too Hien. “Anehnya, yang dipasang itu adalah Wayang Kancil buatan saya dengan menghapus catatan kaki yang merupakan inisial saya,” tuturnya.

Tak hanya itu yang memojokkan Ki Ledjar dalam katalog tersebut. Wayang VOC yang juga merupakan ciptaannya, diganti dengan nama Wayang Duporo. Lagi-lagi inisial namanya yang terdapat di sambungan kaki atau palemahan dihilangkan. Sementara itu, tertulis pembuatnya adalah Raden Mas Danuatmadja tahun 1830-1858.

Selain Wayang Kancil, juga muncul Wayang VOC yang juga dibuat Ki Ledjar pada tahun 1980-an. Sebutan Wayang VOC diganti dengan Wayang Duporo dan tiga nama wayang yang muncul adalah Sultan Agung, Patih Danureja dan Pangeran Diponegoro. Di sambungan kaki atau palemahan-nya yang tertulis inisial Ki Ledjar sengaja dipotong, dan pembuatnya adalah Raden Mas Danuatmadja tahun 1830-1858.

Betapa gusarnya Ki Ledjar ini mengingat tokoh-tokoh yang ditampilkan dalam Wayang Duporo (Sultan Agung, Patih Danureja dan Pangeran Diponegoro) dijadikan satu atau hidup dalam satu zaman. Padahal, mereka hidup dalam zaman yang berbeda dan tak akan bisa bertemu dalam satu layar.

Pun, gambaran tentang Pangeran Diponegoro salah. “Mana ada Pangeran Diponegoro berjambang? Apa kata keluarga Pangeran Diponegoro?” ujar Ki Ledjar. Ia juga tak habis pikir ketika melihat katalog yang dibuat Senawangi (Sekretariat Nasional Pewayangan Indonesia), pada halaman 29. Di halaman itu dimuat Wayang Wahyu dengan tokoh-tokoh seperti Judas, Petrus dan Matheus dengan mencantumkan penciptanya adalah Temotheus Mardji Subrata pada tahun 1960. Lagi-lagi, wayangnya diakukan milik Temotheus.

Atas dasar itulah Ki Ledjar akan mencoba menemui Senawangi untuk meluruskan. “Saya akan memikirkan langkah-langkah yang harus saya lakukan untuk meluruskan kesalahan ini. Bila perlu, mungkin saya akan menempuh jalur hukum,” tuturnya seraya menambahkan dirinya telah mempersiapkan arsip-arsip berupa sketsa buatannya untuk membuktikan kebenaran.

Untuk meringankan beban batinnya itu, Ki Ledjar membuat sebuah perhelatan di Bentara Budaya Yogyakarta pada akhir Maret lalu. Ia merasa perlu membuat pernyataan terbuka terkait dengan Wayang Kancil. “Saya perlu menjelaskan pada publik soal ini agar semuanya tahu duduk perkaranya,” lanjutnya. Nama Ki Ledjar memang boleh jadi tak begitu menonjol di dunia kesenian dalam negeri.
OLEH: YUYUK SUGARMAN

0 komentar:

Posting Komentar

 
© Copyright 2012 Oca Sulistya
Theme by Oca Sulistya